Stagnasi Pertumbuhan Indonesia dan Jalan Keluar yang Perlu Ditempuh

Opini – INDONESIA tengah menghadapi risiko stagnasi pertumbuhan ekonomi yang kian nyata. Konsumsi rumah tangga, sebagai pilar utama PDB, terus bertumbuh di bawah 5%. Ini bukan sekadar angka, tetapi sinyal bahwa daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah, melemah.

Menurunnya belanja barang sekunder jelas menjadi pertanda perlambatan ekonomi. Namun, ada secercah harapan—subsektor manufaktur makanan dan minuman dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan jika dikelola dengan baik. Untuk itu, ada beberapa langkah yang bisa diambil guna mempercepat pemulihan ekonomi.

Pertama, perluasan program Makan Bergizi Gratis (MBG) bisa menjadi solusi. Program ini tidak hanya menjaga stabilitas konsumsi, tetapi juga memiliki efek berganda bagi ekonomi yang lebih luas.

Kedua, pengurangan beban cicilan perlu didorong. Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa penurunan alokasi pendapatan untuk cicilan bisa membebaskan lebih banyak dana bagi konsumsi. Ini adalah peluang yang harus dimanfaatkan agar roda ekonomi terus berputar.

Ketiga, momentum stimulus musiman dan program pemerintah harus dimaksimalkan. Perayaan keagamaan, libur panjang, serta inflasi yang terkendali adalah faktor yang dapat memperkuat daya beli masyarakat.

Ancaman dari Global

Namun, ada ancaman lain yang tak kalah serius: perang dagang global. Baru-baru ini, mantan Presiden AS Donald Trump mengancam untuk meningkatkan tarif perdagangan. Investor tampaknya masih meremehkan risiko ini, meskipun sejarah telah membuktikan bahwa ketegangan dagang dapat mengguncang pasar finansial. Jika Uni Eropa menjadi sasaran berikutnya, kita bisa melihat pelemahan Euro yang berimbas pada penguatan DXY dan potensi depresiasi Rupiah. Ini adalah situasi yang harus kita antisipasi dengan bijak.

Selain itu, strategi pemerintah AS dalam menekan imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun juga perlu dicermati. Jika strategi ini berhasil, stabilitas makroekonomi global bisa tetap terjaga. Namun, jika gagal, lonjakan risiko premi bisa berdampak buruk pada pasar modal Indonesia.

Di dalam negeri, pasar modal menunjukkan pergeseran menuju aset yang lebih aman. Investor cenderung menarik diri dari saham dan beralih ke obligasi. Imbal hasil obligasi pemerintah turun tajam, sementara IHSG anjlok 5,2% dalam sepekan. Ini menandakan bahwa ketidakpastian masih membayangi pasar.

Kita tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa Indonesia mengalami arus keluar modal yang cukup signifikan, terutama di sektor saham. Arus keluar investor asing mencapai Rp3,9 triliun hanya dalam minggu pertama Februari, Ini menunjukkan lemahnya kepercayaan pasar.

Tindakan Cepat

Di tengah situasi ini, para pemangku kebijakan dan pelaku ekonomi harus bertindak cepat. Jika tidak ada kebijakan yang lebih proaktif untuk merangsang konsumsi dan investasi, stagnasi pertumbuhan bisa menjadi kenyataan yang pahit. Indonesia masih memiliki peluang untuk keluar dari jebakan ini, tetapi keputusan yang tepat harus segera diambil sebelum terlambat. (Raja Suhud/Founder Pewarta Institute)

Related posts