ESG News – Provinsi Riau kembali menjadi perhatian utama menjelang musim kemarau 2025. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dr. Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan pentingnya kesiapan daerah dalam mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Dalam kunjungannya ke Riau, Sabtu (10/5), Hanif mendorong kolaborasi lintas sektor untuk mencegah bencana ekologis yang berulang.
“Perlu sekali turun ke lapangan mengecek kesiapan kita semua,” ujarnya dalam agenda Konsolidasi Kesiapan Personil dan Peralatan Pengendalian Kebakaran Lahan di Riau.
Sebagai provinsi dengan luas kebun sawit terbesar di Indonesia—mencapai lebih dari 4 juta hektare—Riau menjadi episentrum risiko karhutla. Hanif mengingatkan bahwa langkah represif akan ditempuh sesuai amanat undang-undang apabila pencegahan gagal dijalankan. Karena itu, keterlibatan dunia usaha, terutama perusahaan sawit, menjadi krusial.
Kementerian LHK mendorong perusahaan sawit untuk tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). “Kami menghimbau perusahaan-perusahaan sawit agar bergabung dengan GAPKI untuk memudahkan penanganan kebakaran lahan yang lebih terorganisir,” tegasnya.
Gubernur Riau, Abdul Wahid, menegaskan kesiapsiagaan provinsi yang telah bekerja sama dengan BMKG dan BPBD, termasuk melakukan rekayasa cuaca (semai hujan) sebagai langkah mitigatif. Menurutnya, pencegahan karhutla tidak hanya penting untuk lingkungan, tetapi juga vital bagi iklim investasi.
“Kami ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi Riau menjadi 5% tahun ini. Mencegah karhutla adalah kunci untuk menjaga kepercayaan investor,” tegas Wahid.
Sementara itu, GAPKI menyambut baik ajakan pemerintah untuk bersinergi. Sekretaris Jenderal GAPKI, Muhammad Hadi Sugeng, menyebutkan bahwa saat ini terdapat 752 perusahaan anggota GAPKI. Meskipun belum semua perusahaan sawit tergabung, GAPKI tetap berkomitmen merangkul seluruh pelaku industri dalam pencegahan karhutla berbasis landscape.
“Pencegahan karhutla memerlukan pendekatan kolaboratif, melibatkan sektor swasta, pemerintah, hingga masyarakat lokal,” ungkap Sugeng.
GAPKI juga menyebut delapan provinsi rawan karhutla, yakni Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Riau.
Upaya kolektif ini menegaskan komitmen Indonesia untuk mencegah bencana lingkungan secara sistematis, serta menjaga stabilitas ekonomi melalui perlindungan aset vital seperti hutan dan perkebunan sawit. (ESG-1)