Reksadana Berbasis ESG Rontok, Pilih Bertahan atau Beralih

Industri manajemen aset dan kekayaan (Asset & Wealth Management/AWM) tengah menghadapi transformasi besar dengan adopsi teknologi disruptif. (dok.ist)

ESGNews- Reksa dana berbasis ESG (Environmental, Social, Governance) sedang mengalami tekanan menjelang akhir tahun, seiring dengan kekhawatiran investor terkait pengembalian investasi (return) yang sering dianggap kurang kompetitif dibandingkan reksa dana konvensional.

Namun, proyeksi jangka panjangnya masih menjanjikan, terutama karena meningkatnya kesadaran global tentang keberlanjutan dan dukungan regulasi di Indonesia.

Rebound reksa dana ESG bisa lebih lambat dibandingkan reksa dana konvensional karena keterbatasan jumlah emiten berbasis ESG di pasar domestik dan rendahnya minat investor lokal. Namun, dalam jangka panjang, produk ini diharapkan memiliki kinerja yang lebih stabil karena fokusnya pada tata kelola risiko dan investasi di perusahaan yang berkelanjutan.

Faktor pendorong rebound reksa dana ESG meliputi peningkatan kesadaran investor institusi, terutama yang berasal dari pasar global, terhadap investasi berbasis ESG. Selain itu, inisiatif pemerintah seperti target net zero emission 2060 dapat mempercepat pertumbuhan pasar berbasis ESG di Indonesia. Jika didukung oleh lebih banyak emiten dengan praktik ESG yang solid, potensi percepatan rebound reksa dana ESG akan lebih besar.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dana kelolaan reksa dana berbasis ESG dan berkelanjutan telah mencapai Rp8,21 triliun per Juni 2024, terdiri atas 34 produk dari 19 manajer investasi (MI). Nilai dana kelolaan reksa dana berbasis ESG itu masih rendah dibandingkan dana kelolaan reksa dana industri yang mencapai Rp486,45 triliun per Juni 2024.

Minat masyarakat dalam berinvestasi di produk berbasis ESG juga masih rendah karena adanya kekhawatiran tingkat pengembalian investasi atau return yang rendah. Return investasi di ESG dinilai tidak lebih baik dibandingkan return di produk investasi lainnya.

Jika investor mencari pengembalian cepat, reksa dana konvensional cenderung lebih cepat pulih dari fluktuasi pasar, karena memiliki basis aset yang lebih luas dan fleksibel dalam strategi investasi. Sebaliknya, reksa dana ESG lebih cocok bagi mereka yang memiliki fokus jangka panjang dan toleransi risiko yang lebih rendah terhadap volatilitas pasar ekstrem. (ESG-1)

Related posts