Penurunan Ekspor CPO Mengintai di 2025

Pasokan sawit yang defisit diperkirakan akan menekan program sawit untuk minyak makan. (dok.ist)

ESG News – Implementasi kebijakan biodiesel B40 diperkirakan akan berdampak pada penurunan ekspor minyak sawit Indonesia di tahun 2025.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Mukti Sardjono, menyatakan bahwa produksi minyak sawit nasional diproyeksikan mencapai 53,6 juta ton tahun ini, sementara konsumsi dalam negeri meningkat menjadi 26,1 juta ton, termasuk alokasi 13,6 juta ton untuk biodiesel. Dengan demikian, ekspor diperkirakan turun menjadi 27,5 juta ton, lebih rendah dari 2024 yang mencapai 29,5 juta ton.

Produksi minyak sawit mentah (CPO) pada Desember 2024 tercatat sebesar 3,876 juta ton, turun 10,55% dari bulan sebelumnya yang mencapai 4,333 juta ton. Produksi minyak inti sawit (PKO) juga mengalami penurunan dari 412 ribu ton pada November menjadi 361 ribu ton di Desember. Secara keseluruhan, produksi CPO dan PKO sepanjang 2024 mencapai 52,762 juta ton, lebih rendah 3,80% dibandingkan produksi tahun 2023 sebesar 54,844 juta ton.

Di sisi lain, konsumsi dalam negeri menunjukkan tren peningkatan, terutama untuk biodiesel. Konsumsi biodiesel di tahun 2024 mencapai 11,447 juta ton, naik 7,51% dari 10,647 juta ton pada 2023. Sementara itu, konsumsi untuk sektor pangan dan oleokimia justru mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,90% dan 2,69% dibandingkan tahun sebelumnya.

Ekspor minyak sawit juga mencatatkan tren penurunan yang cukup signifikan. Pada Desember 2024, total ekspor mencapai 2,060 juta ton, turun 21,88% dibandingkan November yang mencapai 2,637 juta ton. Secara tahunan, ekspor CPO dan PKO turun dari 32,215 juta ton pada 2023 menjadi 29,535 juta ton di 2024. Penurunan terbesar terjadi pada ekspor ke China (turun 2,381 juta ton) dan India (turun 1,136 juta ton). Meskipun ada peningkatan ekspor ke Pakistan dan Timur Tengah, hal ini tidak cukup untuk mengimbangi total penurunan ekspor.

Nilai ekspor tahun 2024 tercatat sebesar US$ 27,76 miliar (Rp 440 triliun), turun 8,44% dari tahun sebelumnya yang mencapai US$ 30,32 miliar (Rp 463 triliun). Penurunan nilai ekspor terjadi pada hampir semua jenis produk, kecuali oleokimia, meskipun harga rata-rata FOB dalam US$/ton mengalami kenaikan.

Dengan meningkatnya konsumsi domestik akibat kebijakan B40 dan tren produksi yang cenderung stagnan, stok akhir tahun 2024 tercatat sebesar 2,577 juta ton, lebih rendah 18,06% dari stok akhir 2023 yang mencapai 3,145 juta ton. “Implementasi B40 akan meningkatkan konsumsi domestik dan berpotensi menekan volume ekspor di tahun 2025,” ujar Mukti Sardjono.

Ke depan, industri sawit Indonesia perlu mencermati keseimbangan antara produksi, konsumsi dalam negeri, dan ekspor agar tetap kompetitif di pasar global. Selain itu, perkembangan harga minyak nabati dunia juga menjadi faktor penting dalam menentukan arah industri sawit nasional. (ESG-1)

 

Related posts