OJK Nilai Pemulihan Ekonomi Global Terbatas

konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK Desember 2024. (ESG News)

ESG News – Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyebut bahwa perkembangan terkini perekonomian global menunjukkan pemulihan yang terbatas. Data ekonomi dari berbagai negara mayoritas berada di bawah ekspektasi, sementara inflasi global masih cukup persisten.

“Hal ini mendorong posisi dari bank-bank sentral global untuk lebih netral ke depan, meski mayoritas bank sentral telah menurunkan suku bunga kebijakan dalam dua bulan terakhir ini,” ujar Mahendra dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK Desember 2024 di Jakarta, Selasa.

Kondisi Ekonomi AS

Dari Amerika Serikat (AS), perekonomian dan data ketenagakerjaan menunjukkan pertumbuhan solid dengan inflasi yang masih cenderung sticky. The Federal Reserve (The Fed) memberikan sinyal kebijakan “higher for longer” dengan pemangkasan Fed Fund Rate (FFR) hanya sebesar 50 basis poin (bps) pada tahun 2025 dari sebelumnya pemangkasan 75 bps, meski ekspektasi pasar berada di kisaran 75 hingga 100 bps.

Pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Desember 2024, The Fed telah memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 bps. Kebijakan ini terus mencerminkan kehati-hatian di tengah dinamika pasar keuangan yang turut dipengaruhi oleh kebijakan Presiden terpilih AS, Donald Trump, yang menambah volatilitas pasar.

Perkembangan di Asia

Dari regional Asia, pemulihan di China mulai terlihat dari sisi supply meskipun belum ada sinyal perbaikan signifikan dari sisi demand. Data Consumer Price Index (CPI) menunjukkan tren disinflasi, sementara ekspor masih terkontraksi. Namun, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur tercatat berada di zona ekspansi, memberikan harapan adanya perbaikan ke depan.

Di negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, kondisi ekonomi relatif stabil. Negara-negara ASEAN berupaya memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi untuk mengantisipasi dampak perlambatan global, termasuk potensi gangguan dari kebijakan moneter AS.

Respon Indonesia

Mahendra menegaskan bahwa perekonomian Indonesia tetap terjaga stabil. Tingkat inflasi atau Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat sebesar 1,55 persen year on year (yoy) dengan inflasi inti naik menjadi 2,26 persen (yoy). Surplus neraca perdagangan juga terus berlanjut, sementara PMI manufaktur menunjukkan tren perbaikan.

“Surplus neraca perdagangan juga terus berlanjut dan PMI manufaktur terus membaik,” ujar Mahendra.

Indonesia terus memonitor perkembangan global, termasuk kebijakan moneter The Fed, yang berpotensi memengaruhi aliran modal dan nilai tukar. Pemerintah dan Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memitigasi risiko dari kebijakan eksternal.

Langkah-Langkah OJK

OJK terus mencermati perkembangan terkini dengan meminta lembaga jasa keuangan agar memonitor faktor-faktor risiko tersebut secara berkala. Hal ini dilakukan untuk mengukur kemampuan OJK dalam menyerap potensi risiko yang terjadi.

Selain itu, OJK juga menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 28 Tahun 2024 tentang pengelolaan informasi rekam jejak pelaku melalui sistem informasi di sektor jasa keuangan. Langkah ini bertujuan untuk mendorong integritas dan meminimalisir risiko kerugian di industri jasa keuangan akibat kejadian fraud.

Respon Negara Lain

Uni Eropa menunjukkan kehati-hatian dalam kebijakan moneternya dengan memperlambat laju kenaikan suku bunga. Bank Sentral Eropa (ECB) terus memantau inflasi yang tetap tinggi, sementara kebijakan fiskal diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Di Jepang, Bank of Japan (BoJ) tetap mempertahankan suku bunga rendah untuk mendorong pemulihan ekonomi, meskipun inflasi mulai menunjukkan peningkatan moderat. Di sisi lain, Australia dan Korea Selatan telah mengambil langkah pre-emptive untuk menjaga stabilitas keuangan mereka di tengah ketidakpastian global. (ESG-1)

Related posts