ESG News – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan total nilai emisi Efek Bersifat Utang atau Sukuk (EBUS) Berkelanjutan telah mencapai Rp36 triliun sejak 2022 hingga 8 Mei 2025. Penerbitan ini berasal dari 22 penawaran umum, mencerminkan tren bertahap menuju pembiayaan hijau dan inklusif di pasar modal nasional.
Meskipun jumlah tersebut masih tergolong kecil dibanding penerbitan EBUS Non-Berkelanjutan, OJK optimistis tren ini akan meningkat seiring tumbuhnya kesadaran akan isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) di Indonesia.
“Dengan meningkatnya kesadaran akan isu-isu ESG, diharapkan jumlah penerbit dan nilai penerbitan obligasi berkelanjutan akan terus meningkat,” ujar Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan, Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, dalam keterangan tertulis.
Regulasi Baru: POJK 18/2023 dan Perluasan Instrumen
Sebagai bagian dari respon atas kebutuhan pendalaman pasar hijau, OJK menerbitkan Peraturan OJK No. 18 Tahun 2023. Regulasi ini menggantikan POJK No. 60/2017 dan memperluas cakupan EBUS ke dalam kategori:
-
EBUS Lingkungan (Green Bonds)
-
EBUS Sosial (Social Bonds)
-
EBUS Keberlanjutan (Sustainability Bonds)
-
Sukuk Wakaf
-
EBUS Terkait Keberlanjutan
-
Instrumen EBUS berbasis ESG lainnya
Dengan kerangka ini, perusahaan kini memiliki panduan yang lebih jelas untuk menerbitkan instrumen berwawasan keberlanjutan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan profil usahanya.
Alokasi Dana Sesuai Jenis EBUS
Setiap jenis EBUS memiliki ketentuan penggunaan dana tersendiri:
-
Green Bonds: hanya untuk Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL)
-
Social Bonds: khusus untuk Kegiatan Usaha Berwawasan Sosial (KUBS)
-
Sustainability Bonds: dapat digunakan untuk KUBL dan KUBS
-
Sukuk Wakaf: diarahkan untuk pengelolaan dan pengembangan aset wakaf
-
EBUS Terkait Keberlanjutan: dapat digunakan untuk kebutuhan umum perusahaan, termasuk modal kerja dan ekspansi, selama terikat dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) keberlanjutan
“Regulasi ini memperkuat peran pasar modal dalam mendorong pembangunan nasional yang berkelanjutan dan mendukung komitmen Indonesia dalam Paris Agreement,” tegas Inarno.
Tim riset ESG News memandang bahwa dengan ekosistem regulasi yang semakin solid, emiten perlu menjajaki peluang pembiayaan berbasis keberlanjutan. Integrasi indikator ESG dalam strategi perusahaan tak hanya mendukung kepatuhan, tetapi juga memperluas akses ke investor hijau yang kini semakin selektif terhadap aspek dampak dan keberlanjutan. (ESG-1)