ESG News – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa jumlah lembaga jasa keuangan (LJK) yang diperbolehkan menjalankan kegiatan usaha bulion tidak dibatasi, asalkan memenuhi persyaratan permodalan yang ditetapkan dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion (POJK 17/2024).
“Melalui pengaturan tersebut, OJK membuka peluang bagi LJK yang memiliki kegiatan utama pembiayaan dan memenuhi persyaratan untuk dapat menjalankan kegiatan usaha bulion,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, di Jakarta, Kamis.
Salah satu syarat utama yang harus dipenuhi adalah kepemilikan modal inti minimal Rp14 triliun bagi bank umum. Untuk unit usaha syariah (UUS) dari bank umum konvensional (BUK), modal inti BUK yang memiliki UUS juga harus mencapai minimal Rp14 triliun. Ketentuan serupa juga berlaku bagi LJK selain BUK, bank umum syariah, dan/atau UUS dari BUK, yang harus memiliki ekuitas paling sedikit Rp14 triliun.
“Kewajiban modal inti atau ekuitas sebesar Rp14 triliun tersebut dikecualikan bagi LJK yang hanya melakukan kegiatan penitipan emas, meskipun tetap harus memenuhi ketentuan modal inti atau ekuitas sesuai dengan aturan yang berlaku bagi LJK,” ujar Dian.
Kegiatan usaha bulion yang dapat dilakukan oleh LJK mencakup simpanan emas, pembiayaan emas, perdagangan emas, penitipan emas, serta kegiatan lainnya sesuai regulasi. Setiap LJK dapat menyesuaikan kegiatan usaha yang dijalankan sesuai dengan risk appetite dan kesiapan proses bisnisnya.
Hingga saat ini, dua LJK telah memperoleh izin untuk menjalankan usaha bulion, yaitu Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Pegadaian memperoleh izin usaha bulion dari OJK pada 23 Desember 2024 melalui surat bernomor S-325/PL.02/2024, yang mencakup layanan deposito emas, pinjaman modal kerja emas, jasa titipan emas korporasi, serta perdagangan emas. Sementara itu, BSI mendapatkan izin resmi dari OJK melalui Surat OJK No. S-53/PB.22/2025 pada 12 Februari 2025 untuk menjalankan dua kegiatan usaha utama, yakni penitipan emas dan perdagangan emas. Ke depan, BSI juga akan mengajukan izin tambahan untuk pembiayaan emas dan penyimpanan emas.
Dian menambahkan bahwa OJK menyambut baik pengajuan izin dari bank yang ingin menjalankan usaha bulion, termasuk pembiayaan emas, selama memenuhi persyaratan yang berlaku.
“Apabila terdapat pengajuan permohonan suatu bank untuk melaksanakan kegiatan usaha bulion kepada OJK, evaluasi akan segera dilakukan dan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya.
Indonesia memiliki potensi besar dalam pemanfaatan komoditas emas dan pengembangan ekosistem bulion yang terintegrasi. Pada 2023, Indonesia menempati posisi kedelapan sebagai negara penghasil emas terbesar dengan produksi tahunan mencapai 110-160 ton, serta berada di peringkat keenam sebagai negara dengan cadangan emas terbesar di dunia.
“Dengan jumlah cadangan yang besar dan produksi emas yang solid, Indonesia dapat mengoptimalkan monetisasi emas untuk mendorong perekonomian nasional melalui pembentukan kegiatan usaha bulion,” ujar Dian.
Lebih lanjut, kegiatan usaha bulion dinilai sebagai langkah diversifikasi produk jasa keuangan yang memanfaatkan monetisasi emas sebagai sumber pendanaan. Hal ini bertujuan untuk mendukung kebutuhan pembiayaan dalam rantai pasok emas di dalam negeri, mulai dari sektor pertambangan, pemurnian, manufaktur, hingga penjualan emas ke konsumen ritel. (ESG-1)