Memahami Istilah Greenwashing dan Upaya Menghindarinya

Ilustrasi mengenai penerpan strategi greenwashing yang mendapat penolakan dari masyarakat atau konsumen. (chatgpt)

ESG News – Konsep keberlanjutan yang dirangkum dalam penerapan parameter ESG (environmental, social and governance) menjadi arus utama perhatian dunia saat ini. Banyak investor memperhatikan seberapa besar penerapan ESG dalam perusahaan, untuk mengambil keputusan pembiayaan atau investasi.

Perusahaan atau korporasi pun berlomba-lomba untuk memenuhi standar baru itu mereka. Mereka, baik dengan kesadaran penuh ataupun sekedar ikut-ikutan, mulai mengadopsi konsep ESG. Bahkan dalam beberapa kasus, klaim mereka terlihat agak berlebihan mengenai penerapan pilar keberlanjutan terutama di area lingkungan atau inisiatif hijau. Maka muncullah istilah greenwashing.  Sebenarnya apakah greenwashing itu, Anda perlu mengetahuinya. 

Apa Itu Greenwashing

Greenwashing adalah strategi pemasaran di mana perusahaan, industri, atau organisasi membuat klaim palsu, menyesatkan, atau berlebihan mengenai seberapa ramah lingkungan produk, layanan, atau praktik mereka. Istilah ini berasal dari gabungan kata “green” (ramah lingkungan) dan “whitewashing” (menutupi kebenaran), yang menunjukkan tindakan menyembunyikan dampak negatif terhadap lingkungan dengan menyamarkannya sebagai inisiatif hijau.

Tujuan dari greenwashing sering kali adalah untuk menarik konsumen atau investor yang semakin peduli pada isu lingkungan, tanpa benar-benar berkomitmen pada keberlanjutan yang nyata. Hal ini bisa menyebabkan salah informasi di masyarakat dan bahkan menghambat upaya global dalam melawan krisis lingkungan.

Karakteristik Greenwashing

Salah satu ciri greenwashing adalah klaim yang tidak terbukti atau tanpa bukti. Perusahaan sering kali mengklaim bahwa produk mereka “ramah lingkungan” atau “berkelanjutan” tanpa memberikan bukti ilmiah atau data yang dapat diverifikasi. Sebagai contoh, sebuah produk dapat dilabeli “bebas bahan kimia berbahaya” tanpa rincian bahan apa saja yang digunakan atau studi pendukung yang jelas.

Penggunaan istilah yang ambigu atau tidak terstandar juga menjadi salah satu indikator greenwashing. Label seperti “eco-friendly,” “hijau,” atau “alami” sering kali tidak didukung oleh definisi yang jelas atau sertifikasi pihak ketiga. Sebuah produk pembersih rumah tangga, misalnya, mungkin mengklaim “alami,” tetapi sebenarnya mengandung bahan kimia sintetis yang berbahaya.

Selain itu, greenwashing juga sering muncul dalam bentuk fokus pada detail kecil sambil mengabaikan masalah besar. Perusahaan mungkin menyoroti aspek kecil yang positif dari produk mereka, tetapi mengabaikan dampak lingkungan yang lebih besar dari operasi mereka. Sebagai contoh, sebuah perusahaan minyak besar dapat mempromosikan program penanaman pohon, sementara di saat yang sama mereka terus melakukan eksplorasi bahan bakar fosil yang merusak lingkungan.

Penggunaan visual dan bahasa yang menyesatkan menjadi taktik lainnya. Perusahaan sering kali menggunakan elemen visual seperti warna hijau, simbol daun, atau gambar alam untuk memberi kesan bahwa produk mereka ramah lingkungan, meskipun kenyataannya praktik mereka tidak mencerminkan hal tersebut. Sebagai contoh, botol plastik dapat dihias dengan gambar dedaunan untuk memberi kesan ramah lingkungan, padahal botol tersebut tetap terbuat dari bahan yang sulit terurai.

Praktik greenwashing juga sering kali melibatkan pengalihan isu atau deflection. Perusahaan memamerkan proyek-proyek hijau kecil untuk mengalihkan perhatian dari dampak negatif utama dari operasi mereka. Sebagai contoh, sebuah perusahaan pakaian dapat mempromosikan penggunaan kain daur ulang, tetapi tetap terlibat dalam praktik fast fashion yang boros sumber daya dan berdampak buruk pada lingkungan.

Ketidakkonsistenan dengan praktik bisnis utama juga menjadi tanda greenwashing. Beberapa perusahaan mengklaim berkelanjutan tetapi terlibat dalam pelanggaran besar terhadap hak asasi manusia atau kerusakan lingkungan. Sebagai contoh, perusahaan elektronik mungkin mendaur ulang sebagian kecil produknya tetapi memiliki rantai pasok yang mencemari lingkungan.

Label dan sertifikasi palsu atau tidak kredibel adalah ciri lain dari greenwashing. Perusahaan sering kali menggunakan label atau logo keberlanjutan yang diciptakan oleh mereka sendiri tanpa pengakuan dari lembaga sertifikasi independen. Sebagai contoh, sebuah produk mungkin menggunakan label “Certified Green” tanpa informasi tentang lembaga yang mengeluarkan sertifikasi tersebut.

Dampak dari Greenwashing

Greenwashing dapat memiliki dampak yang signifikan, termasuk merusak kepercayaan publik terhadap klaim keberlanjutan. Konsumen menjadi skeptis terhadap perusahaan, bahkan terhadap yang benar-benar berkomitmen pada praktik ramah lingkungan. Selain itu, fokus pada klaim palsu dapat mengalihkan perhatian dari solusi yang benar-benar berkelanjutan, yang akhirnya meningkatkan kerusakan lingkungan. Konsumen yang tertipu oleh klaim greenwashing mungkin mendukung perusahaan yang sebenarnya tidak ramah lingkungan, yang memperparah masalah lingkungan secara keseluruhan.

Bagaimana Mengenali Greenwashing

Untuk mengenali greenwashing, konsumen perlu memeriksa bukti dan transparansi. Apakah klaim keberlanjutan perusahaan didukung oleh data yang dapat diverifikasi atau sertifikasi dari pihak ketiga? Misalnya, sertifikasi seperti LEED, ISO 14001, atau Rainforest Alliance Certified dapat menjadi indikator keabsahan klaim. Selain itu, analisis keseluruhan praktik perusahaan juga penting. Apakah inisiatif hijau mencerminkan seluruh praktik bisnis mereka, atau hanya proyek kecil yang menutupi dampak besar lainnya?

Hindari istilah yang tidak terdefinisi seperti “alami,” “eco-friendly,” atau “hijau” yang tidak diiringi dengan penjelasan terperinci. Periksa juga laporan keberlanjutan perusahaan untuk melihat apakah mereka memiliki laporan yang lengkap, akurat, dan sesuai dengan standar seperti GRI (Global Reporting Initiative). Selain itu, tinjau rekam jejak perusahaan untuk mengetahui apakah mereka pernah terlibat dalam pelanggaran lingkungan atau sosial di masa lalu. Terakhir, pastikan bahwa produk atau praktik perusahaan disertifikasi oleh lembaga terpercaya dan bukan sekadar label yang dibuat sendiri.

Pentingnya Praktik ESG yang Autentik

Penting bagi perusahaan untuk benar-benar menjalankan praktik keberlanjutan yang autentik dan bukan sekadar melakukan greenwashing. Konsumen semakin cerdas dan kritis terhadap klaim keberlanjutan, dan hanya perusahaan yang benar-benar berkomitmen pada tanggung jawab lingkungan serta sosial yang akan mampu bertahan dalam jangka panjang. Dengan mengedepankan transparansi dan integritas, perusahaan dapat memainkan peran yang signifikan dalam mendukung tujuan keberlanjutan global.

Related posts