Klub Jurnalis Ekonomi Soroti Bahaya Hoaks dan Tekankan Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Literasi Publik

Diskusi media yang digelar Klub Jurnalis Ekonomi (KJEJ) di Tazawa Resto, Senayan, Jakarta, menyoroti dampak serius hoaks terhadap opini publik dan fondasi pembangunan ekonomi nasional. (dok.KJEJ)

ESG News – Diskusi media yang digelar Klub Jurnalis Ekonomi (KJEJ) di Tazawa Resto, Senayan, Jakarta, menyoroti dampak serius hoaks terhadap opini publik dan fondasi pembangunan ekonomi nasional, khususnya di sektor maritim. Hadir sebagai pembicara, Algooth Putranto, Koordinator Riset Satgas Anti Hoaks PWI Pusat sekaligus Dosen Komunikasi Universitas Dian Nusantara, menegaskan bahwa hoaks berpotensi mengganggu iklim investasi.

“Hoaks adalah masalah besar Indonesia dan sangat bisa mengganggu investasi. Bahkan, sektor maritim — yang menjadi andalan pemerintahan Prabowo sebagai salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi — bisa terganggu karena informasi palsu seperti ini,” ujar Algooth Putranto dalam diskusi tersebut. Ia merujuk pada hoaks viral yang menyebut kapal JKW Mahakam dan tongkang Dewi Iriana milik mantan Presiden Joko Widodo beserta istri, yang diklaim mengangkut nikel dari Raja Ampat. Klaim itu telah dibantah resmi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui laman Komdigi.go.id sebagai “hoaks murni.”

Verifikasi lebih lanjut oleh media Bisnis.com menunjukkan kapal-kapal tersebut milik perusahaan swasta, sama sekali tidak terkait dengan Presiden Joko Widodo . Sementara laporan Kompas.com yang memantau data pelacakan di Vesselfinder.com mengonfirmasi kapal yang dimaksud beroperasi di perairan Kalimantan, bukan Raja Ampat . “Isu kapal JKW Mahakam itu hoaksnya sangat berlapis-lapis. Kita harus apresiasi ketika Kominfo menetapkannya sebagai hoaks secara resmi,” tegas Algooth.

Presiden Joko Widodo sendiri turut mengonfirmasi bahwa isu tersebut salah kaprah. “Banyak kok tulisan (Jokowi) di truk, biasa aja. Tapi jangan diplintir jadi milik saya,” katanya saat ditemui di Solo pada 13 Juni 2025, sebagaimana diberitakan sejumlah media massa.

Pandangan serupa disampaikan Faisal Rachman, Pemimpin Redaksi Periskop.id. “Pernah ada klien dari Tiongkok yang menunda investasi karena menemui hoaks saat riset daring. Artinya, hoaks ini sangat berdampak nyata terhadap keputusan bisnis,” ungkapnya.

Ketua KJEJ, Windarto, menambahkan bahwa media harus tetap konsisten menjalankan fungsi verifikasi. “Ada media yang hanya ikut arus demi klik, tanpa niat memverifikasi—ini ibarat mengail di air keruh. Tetapi patut diapresiasi media seperti Kompas dan Bisnis Indonesia yang sudah melakukan klarifikasi mendalam,” katanya.

Pewarta Institute: Momentum Meningkatkan Literasi

Dalam perspektif Pewarta Institute, insiden hoaks ini sejatinya menjadi peluang bagi pemerintah untuk memperkuat literasi digital dan berita. “Penyebaran hoaks harus dijadikan momentum meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menyaring informasi. Pemerintah perlu menyediakan penjelasan yang komprehensif dan mendetail—baik melalui situs resmi, platform media sosial, maupun kampanye literasi”—ujar Founder  Pewarta Institute Raja Suhud .

Menurutnya, detail-data faktual dan cara penyajian yang transparan dapat memutus rantai disinformasi serta membangun kepercayaan publik. Sehingga akhirnya publik memahami bagaimana cara membedakan berita hoax atau tidak. 

Para pembicara sepakat bahwa penanggulangan hoaks memerlukan sinergi lintas sektor: akademisi, media, regulator, dan masyarakat luas. Klarifikasi dari perusahaan pemilik kapal, pernyataan resmi Kominfo, dan bantahan Presiden Jokowi dinilai sebagai langkah tepat. “Kini publik dituntut lebih cerdas dalam menyaring informasi,” tutup Algooth Putranto. (ESG-1)

 
 
Related posts