Di Tengah Ekonomi yang Lemah dan Arus Modal Asing yang Positif, BI Diprediksi Memangkas Suku Bunga Secara Agresif

Komplek perkantoran Bank Indonesia di kawasan Thamrin, Jakarta. Bank Indonesia diperkirakan akan memangkas suku bunga secara agresif tahun ini. (dok.BI)

ESG News – Bank Indonesia (BI) diprediksi akan mengambil langkah agresif dalam kebijakan moneternya dengan memangkas suku bunga acuan (BI-rate) sebesar 25 hingga 50 basis poin (bps) dalam rapat dewan gubernur yang akan datang. Prediksi ini didasarkan pada beberapa faktor, termasuk pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral di berbagai negara, kondisi ekonomi domestik yang lemah, dan arus modal asing yang kembali masuk ke Indonesia.

Peluang Pemangkasan Suku Bunga yang Lebih Besar dari Prediksi Awal

Head of Research at Bahana Securities Satria Sambijantoro. memprediksi bahwa BI akan secara oportunistik memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,5%. Namun, mereka juga melihat adanya potensi BI untuk melakukan pemangkasan yang lebih agresif, yaitu sebesar 50 bps menjadi 5,25%. Langkah ini dapat diambil sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah pengetatan fiskal dan pemotongan anggaran yang sedang berlangsung.

“Di tengah kondisi ekonomi domestik yang lemah, Bank Indonesia mungkin akan menjadi ‘satu-satunya harapan’ untuk mendukung pertumbuhan,” ungkap Satria.

Mereka juga mencatat bahwa imbal hasil Surat Rupiah Bank Indonesia (SRBI), yang merupakan indikator utama kebijakan moneter BI, telah turun lebih dari 50 bps sejak pemangkasan suku bunga terakhir, mengisyaratkan adanya kejutan dovish dalam rapat dewan gubernur minggu ini.

Dukungan Likuiditas Melalui Pengurangan SRBI

Selain pemangkasan suku bunga, BI juga diperkirakan akan memberikan dukungan likuiditas dengan mengurangi jumlah SRBI di sistem keuangan. Langkah ini akan bertindak sebagai injeksi likuiditas terbalik, dengan sekitar Rp210 triliun SRBI jatuh tempo pada Maret-Mei. Analis menilai bahwa BI tidak akan mengubah rasio giro wajib minimum (GWM) dan lebih memilih untuk menggunakan SRBI sebagai instrumen kebijakan.

Arus Modal Asing yang Positif dan Harga Komoditas yang Tinggi Mendukung Rupiah

Prospek neraca pembayaran Indonesia dalam jangka pendek didukung oleh arus modal asing yang kembali masuk. Pasar ekuitas dan obligasi Indonesia menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan pasar AS, mengindikasikan adanya pergeseran arah modal. Dengan arus modal asing yang diperkirakan akan tetap berada di negara berkembang untuk sementara waktu, terdapat peluang pembelian taktis untuk aset-aset Indonesia, terutama ekuitas yang saat ini diperdagangkan jauh di bawah valuasi historisnya.

Selain itu, stabilitas rupiah juga didukung oleh harga komoditas yang masih tinggi. Meskipun ekspor komoditas Indonesia mengalami penurunan pada Januari, analis memperkirakan bahwa pengiriman luar negeri akan kembali normal dalam beberapa bulan mendatang karena pertumbuhan ekonomi di Tiongkok dan India yang kembali meningkat. Kestabilan rupiah baru-baru ini juga didukung oleh lonjakan harga minyak sawit mentah (CPO), yang merupakan penyumbang devisa utama bagi Indonesia.

Dorongan Bagi Perekonomian

Secara keseluruhan, Bank Indonesia diperkirakan akan mengambil langkah-langkah kebijakan yang agresif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi global dan domestik yang menantang. Pemangkasan suku bunga yang lebih besar dari perkiraan, dukungan likuiditas melalui pengurangan SRBI, dan arus modal asing yang positif diharapkan dapat memberikan dorongan bagi perekonomian Indonesia. (ESG-1)

Related posts