ESG News – Pemadaman listrik masif yang melumpuhkan sebagian besar wilayah Spanyol dan Portugal pada awal pekan ini menjadi pengingat keras akan rapuhnya infrastruktur energi terhadap serangan siber. Jutaan orang terdampak, transportasi publik terganggu, dan roda ekonomi praktis terhenti dalam hitungan jam.
Meskipun penyelidikan awal yang dilakukan operator jaringan listrik Spanyol, Red Eléctrica, menyatakan tidak ditemukan intrusi siber dalam sistem mereka, pemerintah Spanyol tetap membuka kemungkinan adanya sabotase digital. Pengadilan tertinggi negara itu bahkan langsung mengumumkan investigasi dugaan sabotase terhadap infrastruktur kritikal.
Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sánchez, menegaskan bahwa “belum ada hipotesis yang dikesampingkan”, termasuk kemungkinan serangan siber. Pernyataan ini mempertegas bahwa insiden ini bukan sekadar kegagalan teknis biasa, melainkan bagian dari ancaman yang lebih luas terhadap sistem ketahanan energi nasional.
Ancaman Nyata bagi Infrastruktur Energi
Para pakar keamanan siber telah lama memperingatkan bahwa jaringan listrik, termasuk yang tengah menjalani transisi ke sistem energi terbarukan, adalah target strategis bagi aktor jahat, baik negara maupun non-negara.
Salah satu contoh paling mengerikan terjadi di Ukraina pada 2015, ketika peretas yang dikaitkan dengan Rusia berhasil memadamkan listrik secara luas melalui serangan malware yang sangat terkoordinasi. Serangan itu diyakini merupakan hasil dari “pengintaian jangka panjang” terhadap sistem energi setempat.
Menurut laporan terbaru Global Cybersecurity Outlook 2025 dari World Economic Forum, jaringan listrik kini menjadi target sangat menarik bagi penjahat siber, karena ketergantungan teknologi modern terhadap pasokan energi yang stabil. Di sisi lain, percepatan penggunaan energi terbarukan—yang memerlukan sistem digitalisasi tinggi—juga membuka celah baru dalam keamanan.
Risiko Rantai Pasok dan Kompleksitas Teknologi
Serangan tidak lagi hanya menyasar operator utama. Kompleksitas rantai pasok—yang melibatkan vendor, subkontraktor, dan teknologi pihak ketiga—menjadikan pertahanan siber lebih sulit diterapkan secara konsisten.
Faktanya, laporan Forum Ekonomi Dunia mencatat 54% organisasi besar menjadikan risiko pihak ketiga sebagai tantangan utama, dan industri energi menjadi salah satu yang paling rentan terhadap serangan terorganisir berskala besar.
Pembaruan teknologi seperti smart grid, integrasi AI, dan otomatisasi jaringan memang meningkatkan efisiensi. Namun, hal itu juga menambah titik-titik rawan yang dapat dimanfaatkan peretas untuk menyusup.
Tantangan Global, Solusi Harus Kolaboratif
Upaya membangun ketahanan siber pada sistem energi kini menjadi agenda global. Uni Eropa dan Inggris telah memperketat regulasi keamanan digital untuk sektor energi, sementara Amerika Serikat memperluas pengawasan terhadap penyedia energi terbarukan yang dianggap menjadi titik masuk potensial bagi serangan siber.
Sejak 2018, World Economic Forum memimpin inisiatif untuk memperkuat ketahanan siber sektor kelistrikan global melalui kemitraan dengan perusahaan energi dan regulator. Salah satu rekomendasinya adalah perlunya harmonisasi kebijakan lintas negara, karena keterhubungan jaringan listrik sudah melampaui batas-batas geopolitik.
Laporan inisiatif tersebut menegaskan bahwa “dalam sistem yang saling terhubung dan semakin kompleks, tidak ada organisasi yang bisa bertahan sendirian.” Setiap pelaku, baik sebagai penyedia maupun pengguna, harus memprioritaskan keamanan siber sebagai komitmen nyata, bukan sekadar formalitas.
Menuju Ketahanan Energi yang Tangguh
Insiden di Spanyol dan Portugal adalah pengingat bahwa transisi energi tidak cukup hanya berbicara soal emisi atau efisiensi. Tanpa sistem pertahanan siber yang kuat, inovasi justru bisa menjadi kelemahan.
Ke depan, peran regulator, operator energi, dan sektor swasta perlu bersinergi lebih erat dalam menyusun langkah-langkah antisipatif, membangun kapasitas pemantauan ancaman, serta memperkuat manajemen risiko pihak ketiga.
Di era energi digital, keamanan siber bukan lagi opsi—ia adalah fondasi dari ketahanan nasional. (ESG-1)