Progres Penerapan Konsep ESG Indonesia dan Tiongkok

Ilustrasi penerapan prinsip ESG dalam lingkungan bisnis. (chatgpt)

ESG News – Indonesia saat ini masih dalam tahap pengembangan terkait implementasi prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG), dan dibandingkan dengan Tiongkok, Indonesia mungkin tertinggal dalam beberapa aspek, meskipun ada beberapa perkembangan yang positif.

Berikut adalah perbandingan antara Indonesia dan Tiongkok dalam hal penerapan ESG, serta tantangan dan peluang yang dihadapi kedua negara.

Regulasi dan Kebijakan ESG

Tiongkok

  • Panduan dan Standar Pemerintah: Tiongkok telah lebih dahulu menetapkan pedoman pelaporan ESG untuk perusahaan-perusahaan besar, terutama yang terdaftar di bursa saham domestik dan internasional. Pemerintah Tiongkok juga mengimplementasikan standar ESG yang mengharuskan pengungkapan keberlanjutan untuk perusahaan yang lebih besar mulai tahun 2026. Pemerintah memberikan dorongan yang kuat bagi perusahaan untuk mematuhi regulasi ini.
  • Komitmen Pemerintah: Tiongkok berkomitmen untuk mencapai net-zero emissions pada tahun 2060, dengan kebijakan yang mendukung perubahan iklim dan keberlanjutan lingkungan. Mereka juga aktif mendukung Green Finance sebagai bagian dari inisiatif ESG.

Indonesia

  • Kebijakan dan Regulasi ESG: Di Indonesia, meskipun ada beberapa kemajuan dalam penerapan ESG, regulasi dan kebijakan yang mendukung pelaporan ESG belum sekomprehensif yang ada di Tiongkok. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia telah mengeluarkan pedoman terkait pelaporan keberlanjutan melalui Peraturan OJK No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Keuangan dan peraturan Sustainability Reporting yang diharapkan dapat diikuti oleh perusahaan-perusahaan besar.
    • Inisiatif Green Bond: Indonesia juga mulai mendorong Green Bond dan Sukuk Hijau sebagai upaya untuk mendukung pembiayaan keberlanjutan, namun hal ini belum banyak diikuti oleh sektor swasta secara luas.
  • Komitmen Pemerintah: Indonesia berkomitmen untuk mencapai target reduksi emisi 29% pada tahun 2030 dan berupaya untuk mencapai net-zero emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat, meskipun implementasinya masih menghadapi banyak tantangan, seperti ketergantungan pada energi fosil.

Tanggapan Perusahaan

Tiongkok

  • Perusahaan Besar yang Mengadopsi ESG: Banyak perusahaan besar di Tiongkok sudah mulai mengimplementasikan ESG sebagai bagian dari strategi bisnis mereka. Misalnya, Alibaba, Tencent, dan BYD telah menunjukkan komitmen untuk meningkatkan transparansi dalam hal keberlanjutan, mengurangi emisi karbon, serta melibatkan stakeholder secara sosial.
  • Fokus pada Inovasi Hijau: Perusahaan Tiongkok banyak yang berinvestasi dalam teknologi hijau dan inovasi berkelanjutan, terutama dalam sektor energi terbarukan dan kendaraan listrik.

Indonesia

  • Perusahaan yang Mengikuti ESG: Di Indonesia, beberapa perusahaan besar, terutama yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), mulai mengikuti pedoman keberlanjutan. Contohnya, Pertamina dan Telkom Indonesia mulai melaporkan kinerja keberlanjutan mereka. Namun, penerapan ESG di perusahaan Indonesia cenderung masih pada tahap awal dan sering kali lebih terfokus pada pelaporan sosial dan keuangan ketimbang pengukuran dampak lingkungan yang mendalam.
  • Investasi dalam Teknologi Hijau: Investasi dalam teknologi hijau di Indonesia masih terbatas dibandingkan dengan Tiongkok. Beberapa perusahaan Indonesia mulai berinvestasi dalam energi terbarukan dan program pengurangan karbon, namun ini masih sangat terbatas pada sektor-sektor tertentu.

Tantangan di Indonesia

  • Kurangnya Standar yang Konsisten: Meskipun sudah ada kebijakan dari OJK, masih ada kekurangan standar dan pedoman yang jelas mengenai pengungkapan ESG yang dapat diikuti oleh seluruh perusahaan. Pengawasan dan pelaksanaan peraturan terkait ESG masih lemah di Indonesia.
  • Sumber Daya dan Infrastruktur: Banyak perusahaan Indonesia, terutama yang lebih kecil, masih belum memiliki sumber daya atau infrastruktur yang memadai untuk melaksanakan pengukuran dan pelaporan ESG secara menyeluruh.
  • Ketergantungan pada Energi Fosil: Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil, seperti batu bara, yang membuat transisi menuju energi bersih lebih sulit. Ini menjadi tantangan besar dalam mencapai target keberlanjutan, terutama dalam hal pengurangan emisi.

Peluang untuk Meningkatkan Penerapan ESG di Indonesia

  • Peningkatan Kesadaran: Ada peningkatan kesadaran di kalangan perusahaan besar dan investor mengenai pentingnya ESG. Beberapa sektor, seperti perbankan dan energi terbarukan, mulai mengintegrasikan kebijakan ESG ke dalam operasional mereka.
  • Peluang Green Finance: Indonesia dapat mempercepat pengembangan Green Finance dan memanfaatkan potensi pasar untuk investasi berkelanjutan melalui instrumen seperti Green Bonds dan Sukuk Hijau, yang akan menjadi penggerak bagi perusahaan untuk mengadopsi ESG lebih cepat.
  • Dukungan dari Pemerintah: Pemerintah Indonesia dapat meningkatkan dukungannya dengan memperkenalkan kebijakan yang lebih jelas dan lebih ketat, serta memberikan insentif untuk perusahaan yang berhasil menerapkan ESG secara efektif.

Secara keseluruhan, Tiongkok jelas lebih maju dalam hal implementasi ESG, baik dari sisi regulasi yang lebih jelas dan komprehensif, maupun dari respons perusahaan yang lebih cepat dan lebih banyak berinvestasi dalam teknologi hijau. Sementara itu, Indonesia masih tertinggal, dengan beberapa langkah positif yang diambil oleh pemerintah dan perusahaan besar, namun pengadopsian ESG masih berada dalam tahap awal, terutama dalam pengukuran dampak lingkungan yang mendalam.

Namun, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengejar ketertinggalan ini, terutama jika kebijakan pemerintah semakin mendukung pengembangan Green Finance, serta jika perusahaan semakin memahami pentingnya ESG dalam menarik investor global dan meningkatkan daya saing mereka di pasar internasional. (ESG-1)

Related posts