PLN EPI Latih Perawatan Pohon Multifungsi di Gunungkidul, Dorong Ekonomi Sirkular Desa

Vice President Transisi Energi dan Perubahan Iklim PLN, Anindita Satria Surya, Sekretaris Perusahaan PLN EPI Mamit Setiawan, Ketua Bebadan Pangresa Loka Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Raden Mas Gustilantika Marrel Suryokusumo, Kawedanan Panitikisma Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat KRT Surya Satriyanto, Kepala Jawatan Projo  Kapanewon Ponjong Suyatno membuka acara program pelatihan perawatan dan monitoring pohon multifungsi di Desa Berdaya Energi Gunungkidul.

ESG News  – Sebagai bagian dari komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan, PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) menggelar pelatihan perawatan dan monitoring pohon multifungsi di beberapa Desa Berdaya Energi di Kabupaten Gunungkidul. Kegiatan ini dilaksanakan di Kalurahan Gombang dan Karangasem, Kapanewon Ponjong, dengan tujuan memperbaiki kualitas lahan kritis sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat setempat melalui pemanfaatan biomassa secara optimal.

Kolaborasi dengan Gapoktan dan Pemerintahan Keraton

Sejak 2023, dua gabungan kelompok tani—“Tani Mulya” (Kalurahan Gombang) dan “Asem Mulya” (Kalurahan Karangasem)—telah menanam lebih dari 175.000 pohon multifungsi, termasuk Indigofera, di lahan Sultan Ground dan tanah kas desa. Tanaman Indigofera dipilih karena daya adaptasinya di lahan kering dan manfaat gandanya: pakan ternak, bahan bakar biomassa, hingga bahan pewarna alami untuk batik.

Ketua Badan Pangrese Loka Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Raden Mas Gustilantika Marrel Suryokusumo, menegaskan bahwa pemanfaatan lahan Sultan Ground dan tanah kas desa merupakan wujud arahan “Ngarso Dalem” agar setiap tanah keraton memberi manfaat ekologis sekaligus ekonomi. “Tanah-tanah ini harus membawa manfaat ekologis dan ekonomi. Ke depan, kami dorong agar lokasi ini berkembang menjadi agro eduwisata,” ujar Gusti Marrel, menegaskan dukungan Keraton pada program pemberdayaan desa ini.

Sementara itu, KRT Surya Satriyanto dari Kawedanan Panitikisma—lembaga Keraton yang mengurusi pemanfaatan Sultan Ground—menyebutkan bahwa tata kelola administratif yang rapi adalah prasyarat untuk perluasan program. “Setiap Kalurahan harus memiliki dokumen legal untuk penetapan zona dan perizinan formal agar program berkelanjutan,” tambahnya.

Dukungan Pemerintah Lokal dan Kebutuhan Pakan Ternak

Pemerintah Kapanewon Ponjong melalui Kepala Jawatan Projo, Suyatno, menyatakan apresiasinya atas program ini. Menurutnya, mayoritas masyarakat Ponjong adalah peternak, sehingga kebutuhan pakan ternak kerap menjadi beban. “Saya sendiri sudah menanam Indigofera di Girisubo. Tanaman ini tahan di lahan kering dan tetap tumbuh di musim kemarau. Harapannya, program ini bisa diperluas ke Kalurahan lain seperti Sumbergiri, Sawahan, dan Tambakromo,” jelas Suyatno. Ia menegaskan bahwa selain soal konservasi, program ini juga membuka peluang peningkatan pendapatan warga serta memperbaiki struktur ekosistem di wilayah rentan kekeringan.

Transformasi Ekonomi Desa Lewat Pohon Multifungsi

Program pelatihan diikuti oleh 50 peserta yang terdiri dari petani, pendamping desa, dan tokoh masyarakat. Materi mencakup teori dan praktik di lapangan—mulai dari pemupukan, pemangkasan, hingga monitoring pertumbuhan pohon. “Pelatihan ini rutin didampingi tenaga ahli yang mengajarkan SOP perawatan pohon secara berkelanjutan,” jelas Mamit Setiawan, Sekretaris Perusahaan PLN EPI.

Menurut Anindita Satria Surya, Vice President Transisi Energi dan Perubahan Iklim PLN, inisiatif ini telah berjalan dua tahun dan menunjukkan hasil signifikan. “Lebih dari 175.000 pohon multifungsi telah ditanam, termasuk Indigofera yang sekarang rata-rata sudah mencapai tinggi 4 meter dan siap untuk dipruning. Dulu, warga sampai harus menjual sapi demi pakan ternak. Sekarang, kebutuhan pakan ternak bisa dipenuhi sendiri dari lahan kritis. Ini transformasi nyata di tingkat desa,” jelas Anindita.

Lebih jauh, Indigofera juga mulai dikembangkan sebagai bahan pewarna alami batik, sehingga membuka rantai nilai ekonomi sirkular. “Satu tanaman bisa menghasilkan nilai ekonomi berlapis. Inilah wujud ekonomi sirkular berbasis lokal yang kami dorong,” tambahnya.

ESG PLN EPI: Dari Biomassa ke Pemberdayaan Masyarakat

Dalam perspektif ESG (Environmental, Social, Governance), program ini menjadi salah satu tonggak penting bagi PLN EPI. Mamit Setiawan menegaskan bahwa inisiatif ini bukan sekadar memenuhi kebutuhan cofiring biomassa di pembangkit. “Kami memandang potensi besar untuk membuka rantai nilai baru di desa. PLN EPI ingin menjadikan model kolaborasi antara sektor energi dan pemberdayaan masyarakat,” terangnya. Menurut Mamit, program ini juga konsisten mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) melalui peningkatan daya saing petani dan pelestarian lingkungan.

Dari sisi lingkungan (Environmental), penanaman pohon multifungsi di lahan kritis memperbaiki struktur tanah, mencegah erosi, dan menjaga ketersediaan air. Socially, masyarakat desa memperoleh keterampilan baru serta akses ke peluang ekonomi—baik dari pupuk alami, pakan ternak, hingga pewarna batik. Pada aspek governance, kolaborasi dengan Keraton dan Pemerintah Kapanewon Ponjong menunjukkan tata kelola yang transparan dan akuntabel.

Model Replikasi dan Harapan ke Depan

PLN EPI berharap bahwa model Desa Berdaya Energi ini dapat direplikasi di wilayah lain dengan lahan non-produktif, terutama di daerah rawan kekeringan. Dengan pendekatan kolaboratif, institusi energi, pemerintah lokal, dan komunitas petani mampu menciptakan ekosistem yang menguntungkan semua pihak—dari sisi pengembangan biomassa hingga pemberdayaan ekonomi desa.

Ke depan, PLN EPI juga merencanakan pengembangan integrasi agro eduwisata di lokasi-lokasi yang telah berhasil menerapkan program ini. Di sisi lain, diharapkan akan semakin banyak UMKM lokal yang memanfaatkan Indigofera sebagai bahan baku pewarna alami batik, sehingga kreativitas budaya turut mendapatkan nilai tambah ekonomi.

Sebagai satu contoh nyata integrasi energi terbarukan, konservasi lingkungan, dan ekonomi masyarakat, pelatihan perawatan pohon multifungsi di Gunungkidul memperlihatkan bahwa transisi energi hijau tidak hanya bicara teknologi, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan budaya komunitas.

(Penulis: Tim ESGNews.id)

 

Related posts